Baru baru ini sempat heboh tempat makan nasi Padang yang menjual menu Rendang namun non halal alias mengandung babi. Andre Rosiade, anggota DPR RI Sumatera Barat, mengatakan usaha kuliner tersebut sempat memicu ketegangan di masyarakat Minang karena menjual hidangan daging babi.
Banyak warga Minang, katanya, yang geram dengan rendang babi yang dijual oleh perusahaan kuliner tersebut. DPP, Ketua Harian Ikatan Keluarga Minang (IKM), juga mendesak industri kuliner menghilangkan ciri khas Minang dari produknya dan menghentikan penjualan rendang babi.
Filosofi Rendang Dalam Tradisi Padang
Salah satu menu dalam nasi Padang yang tak mungkin ketinggalan dan selalu ada yaitu Rendang. Rendang adalah makanan olahan berbahan dasar daging sapi yang terdiri dari santan, lada, dan berbagai bumbu khas lainnya. Namun jika dilihat dari asal usulnya, rendang berasal dari kata mendang yang mengacu pada proses memasak semua bahan dan bumbu dalam santan dalam jangka waktu tertentu.
Menurut beberapa sumber, metode marandang akan mengubah ketahanan atau durasi makanan. Selanjutnya, masing-masing elemen rendang memiliki gagasannya sendiri. Ketika masyarakat Minang menyiapkan rendang, mereka percaya bahwa ada tiga konotasi filosofis di baliknya: kesabaran, kebijaksanaan, dan ketekunan.
Saat membuat rendang dibutuhkan kesabaran dan ketekunan dalam mengaduk, serta kebijaksanaan dalam menjaga suhu api. Kata rendang berarti “lambat” yang mengacu pada waktu yang dibutuhkan untuk memasak rendang, yaitu kurang lebih 6-7 jam pada suhu 80-95 derajat Celcius. Oleh karena itu, kesabaran diperlukan saat menyiapkan hidangan ini.
Untuk mendapatkan cita rasa yang pas, Anda juga perlu kecerdasan dalam memilih komponen seperti daging sapi, cabai dan bumbu lainnya. Tidak hanya itu, kesabaran dan pengalaman juga dibutuhkan untuk kemahiran dalam membuat rendang
Makna Bumbu Dan Komponen Rendang
Setiap bahan baku memiliki makna dan filosofi tersendiri dalam menu nasi Padang. Masing-masing bahan utama tersebut memiliki makna mendasar terkait strata sosial masyarakat Minangkabau, antara lain;
Daging sapi yang digunakan dalam rendang memiliki konotasi yang beragam. Niniak Mamak, Datuak atau Penghulu semuanya digambarkan sebagai daging. Mereka adalah pemimpin adat yang memimpin masyarakatnya untuk hidup rukun dan menghormati tradisi masyarakat.
Santan menggambarkan sekelompok akademisi yang sering membantu senior tradisional dengan pemecahan masalah. Dalam rendang Padang, sosok ustadz yang memaksakan dominasi Islam di masyarakat menggambarkan unsur lada. Sedangkan bumbu tambahan yang banyak terdapat pada rendang Padang menggambarkan penderitaan masyarakat Minangkabau yang terdiri dari beberapa suku.
Nah, itu dia informasi seputar Filosofi Rendang dalam Nasi Padang, Melekat Pada Masyarakat Minang!. Disamping memiliki rasa yang enak dan diakui dunia, tanpa disadari, makanan ini mengandung makna yang baik.